Setahun yang lalu, saya pernah menulis mengenai keprihatinan terhadap minat baca di Indonesia yang rendah. Perpustakaan kampus hanya diisi oleh mahasiswa tingkat akhir dan orang pacaran. Alasannya, segala yang kita perlukan di perpustakaan sudah dapat ditemukan di Internet. Apakah itu benar? Menurut saya tidak juga.
Saya sudah mulai melarang mahasiswa untuk mengutip apapun dari website dalam menyusun tugas ataupun laporan Kerja Praktek, ini supaya mereka terbiasa hingga saat mulai menyusun Tugas Akhir. Saya memang belum mendapat kewenangan untuk membimbing tugas akhir, namun seperti yang saya tulis di postingan sebelumnya, tugas akhir merupakan pembuktian suatu kemampuan dalam menyandang sebuah gelar, sehingga harus dibiasakan mulai dari sekarang. Nah, jika bukan dari website dari mana lagi dong? Jawabannya sederhana, ambil dari buku. Bagaimana jika buku yang dicari nggak ada atau bahkan sudah melebihi 5 tahun? Barulah kita gunakan Internet untuk mencari referensi dari Jurnal Ilmiah yang online. Jadi bukan mengutip dari website abal-abal yang tidak jelas keilmuannya. Ya seperti website saya ini.
Di kampus, mata kuliah utama yang sering saya ajarkan adalah web development dengan berbagai tingkatan. Semua mahasiswa yang ikut mata kuliah saya akan mampu membuat website, karena itu adalah project akhir yang harus mereka kerjakan, tidak ada UAS bersama. Setiap pertemuan tatap muka, saya selalu menekankan bahwa konten website adalah hal terpenting dalam pembuatan website. Website yang nggak ada kontennya itu sama saja website yang gagal. Fungsi utama website adalah penyebaran informasi, jadi jika website nggak ada informasinya, maka website itu telah gagal. Selain itu, visitor hanya akan menghargai isi websitenya, mereka nggak akan peduli dengan tampilan atau teknologi di baliknya.
Nah, seperti yang saya sebut di awal tadi. Kita sedang mengalami krisis membaca, tidak hanya malas membaca tapi juga malas mencari bacaan yang berkualitas. Kita suka dengan yang gampang dan praktis, kecepatan Internet yang sudah lebih dari cukup bisa dijadikan alasan untuk mencari bahan bacaan dari Internet. Padahal, ada pepatah mengatakan “Jangan Percayai Apapun Dari Internet”.
Akhirnya, ketika seseorang ingin membuat portal berita yang ramai pengunjung, maka cukup dengan menuliskan berita yang bombastis, isi berita yang ngawur, kemudian dengan bantuan social media tinggal menggunakan fitur sharing dan akan tersebar ke semua perangkat smartphone. Kita, yang sudah terlanjur malas untuk mencari bahan bacaan, tinggal membuka linimasa media sosial dan menemukan tautan ke website yang berisikan tulisan absurd. Nah, karena nggak pengen dianggap kuper, maka dengan membaca singkat (fast-reading) lalu artikel itu disebarkan lagi melalui media sosial ke lingkaran pertemanannya. Akhirnya lagi, artikel yang dibuat dengan sembarangan itu telah tersebar begitu cepatnya.
Kebetulan semester ini saya juga mengajar Program Studi Ilmu Komunikasi dengan mata kuliah Strategi Media Sosial. Pada mata kuliah itu saya tunjukkan betapa penyebaran informasi melalui media sosial dapat dilakukan begitu cepatnya. Bahkan jika ingin persebarannya dilakukan secara terstruktur bisa dilakukan dengan beberapa metode untuk mendapatkan impact pada target audience yang diinginkan. Ini telah terbukti dengan kampanye-kampanye politik yang mulai merambah ke media sosial, betapa kita dapat terpecah belah hanya karena tulisan-tulisan di layar monitor.
Sekarang, musim politik sudah berakhir. Apakah fenomena ini telah berakhir? Nggak juga, saya lihat sekarang mulai bergeser ke isu agama. Sebuah bidang yang sangat sensitif untuk disenggol, apalagi Indonesia memperbolehkan agama resmi untuk berkembang selama tidak bergesekan dengan agama lain. Cukup membuat gesekan di dalam agama itu sendiri, maka api langsung membumbung tinggi tanpa dapat dikendalikan oleh Pemerintah. Tapi, dari mana asal-muasalnya? Coba deh, pasti nggak jauh-jauh dari bacaan di media sosial atau website abal-abal.
Ayo, mari. Coba untuk lebih kritis. Jangan telan mentah-mentah bacaan yang bersumber dari media sosial atau website. Jangan percayai apapun dari Internet. Internet memang memudahkan, tapi juga bisa menyesatkan.